Jumat, 13 Februari 2009

Kerusakan Lingkungan Di Wilayah Laut Taman Nasional Karimun Jawa:Salah Siapa?

Kerusakan Lingkungan Di Wilayah Laut Taman Nasional Karimun Jawa:Salah Siapa?
Posted by: webmaster on Wednesday, July 16, 2008 - 03:17 AM
Artikel Taman Nasional Karimun Jawa, sebuah taman laut yang terletak di sebelah utara Kota Jepara Jawa Tengah adalah sebuah taman laut yang sangat kaya akan biota laut yang eksotis. Daerah ini sesuai dengan namanya terkenal akan keindahan dunia bawah lautnya sehingga banyak diminati oleh penyelam lokal maupun mancanegara atau wisatawan yang hanya ingin menikmati suasana pantainya.
Taman Nasional ini dikelola oleh Balai Taman Nasional Karimun Jawa yang berkantor di Semarang Jawa Tengah.
Daerah ini merupakan daerah kepulauan dengan banyak sekali pulau-pulau kecil yang dapat dijangkau dengan kapal-kapal nelayan.
Bentangan karang yang beranekaragam jenis dan warnanya membentang di garis pantai pulau-pulau di kepulauan ini.
Begitu pula ikan-ikan karang yang bergerak dengan leluasa berenang-renang di luasnya lautan yang indah itu.
Namun kembali pada masalah klasik lingkungan Indonesia, keindahan tersebut seakan menjadi kutukan bagi kelestariannya sendiri. Keindahan itu mengundang keserakahan mahluk paling ganas di bumi. Predator paling atas dalam rantai makanan,
Manusia..
Penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan, potasium, dan cara lain yang merusak seringkali dilakukan oleh nelayan.
Belum lagi kerusakan karang karena eksploitasi karang untuk dijual dan dijadikan hiasan akuarium atau penurunan jangkar kapal
yang sembarangan sehingga merusak dan menghancurkan terumbu karang di bawahnya. Atau ulah penyelam yang secara tidak sengaja
mematahkan karang.
Namun pertanyaannya, apakah memang hal tersebut yang menjadi faktor utama penyebab rusaknya ekosistem laut di wilayah ini?
Ternyata bukan! Bahkan faktor di atas sudah banyak berkurang sekarang ini.
Hasil obrolan singkat saya dengan Bapak Kapolres Karimun Jawa saat saya sowan (berkunjung) di tengah-tengah aktifitas penyelaman saya di wilayah ini mengejutkan saya bahwa di luar itu semua ternyata ada faktor lain yang memiliki dampak jauh lebih besar dari faktor-faktor tersebut
di atas!

Faktor tersebut adalah pelayaran kapal-kapal yang membawa barang-barang ekspor-impor atau pengiriman barang ke daerah di sebelah utara Pulau Jawa seperti Kalimantan, atau luar negeri yang letaknya di sebelah utara Pulau Jawa. Masalahnya adalah soal sampah atau limbah yang dibuang oleh
kapal-kapal ini ke laut yang menurut bapak kapolres bisa mencapai satu truk sekali buang.
Belum lagi sering terjadi kapal tongkang pengangkut minyak yang tenggelam dan menyebabkan tumpahnya minyak di laut. Jika sampah atau minyak ini sampai terbuang di laut maka dampak kerusakan lingkungan
akan jauh lebih luas daripada faktor-faktor seperti bom ikan, potasium, maupun jangkar kapal
karena agen pencemar ini dapat terbawa arus sampai ke daerah lain dan menimbulkan kerusakan yang serupa di wilayah tersebut.
Melintasnya kapal-kapal tersebut di wilayah kepulauan Karimun Jawa mungkin disebabkan karena akan lebih menghemat waktu, bahan bakar, dan tenaga dibandingkan jika harus mengambil jalan memutar kepulauan Karimun Jawa untuk sampai di tempat tujuan. Hal itu dapat diterima namun hendaknya regulasi pelayaran dapat benar-benar ditegakkan oleh semua instansi yang terkait terutama pihak Balai Taman Nasional.
Dari prespektif yang berbeda saya melihat adanya koordinasi yang sangat kurang dari instansi-instansi yang terlibat sehingga pergerakan untuk menghentikan laju kerusakan hanya bersifat lokal dan sporadis tanpa koordinasi yang jelas.
Akhirnya saya berfikir, ketika laju kerusakan lingkungan jauh lebih cepat daripada laju pencegahan atau pemulihan kerusakan itu sendiri, maka akhirnya apakah manusia dapat memutar waktu demi mencegah hal itu terjadi??

Andreawan_310

Penanggulangan Banjir Semarang

Penanggulangan Banjir Semarang PDF Cetak E-mail
Penilaian Pembaca: / 1
BurukTerbaik
Ditulis Oleh Achsin El-Qudsy
12-02-2009,
Kejadian tersebut bukan terjadi tanpa ada sebab musababnya, tapi sebagai akibat dari akumulasi perbuatan mungkar dan serakah segelintir manusia dan sikap masyarakat secara umum yang tidak ramah terhadap lingkungan.

Peristiwa banjir ini telah memakan korban harta benda yang tidak sedikit, dan banyak masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi merasakan akibat yang sangat merugikan kehidupannya sehari-hari.

Secara asumtif dan analisa fakta, ada beberapa faktor utama sebab musabab terjadinya banjir tersebut, antara lain adalah maraknya penebangan kayu liar.

Selain itu, kebiasan buruk masyarakaat yang membuang sampah di kolong rumah, bahkan masih ada sebagian masyarakat yang membuang sampah di sungai, apalagi sampah-sampah tersebut berwujud plastik yang sulit untuk hancur.

Bahwa akibat dari kebiasaan buruk ini langsung tidak langsung jadi faktor pendukung terjadinya pendangkalan sungai dan menghambat arus air serta membuat semakin meningginya air di rawa-rawa.

Seiring dengan semangat membangun daerah, maka sekarang inilah saatnya untuk memikirkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, khususnya penanggulangan banjir secara terpadu yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah sebelumnya.

Pembangunan yang berkelanjutan minimal harus memenuhi empat kriteria yaitu, pertama, technically applicable, artinya secara teknik pembangunan dapat dilaksanakan. Kedua, economically profitable, pembangunan harus menguntungkan bagi masyarakat dan ketiga bermanfaat bagi mereka. Yang keempat, enviromental sound, artinya berwawasan lingkungan, di mana pembangunan yang dilaksanakan tidak mengurangi fungsi obyek lain dan lingkungan yang dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dari uraian tersebut di atas, jelaslah untuk menanggulangi bahaya banjir perlu keterpaduan, jangan hanya mementingkan satu sektor saja, misalnya untuk meningkatkan penghasilan daerah, maka pemerintah daerah menarik pajak atau retribusi.

Terkesan pembangunan ini hanya sekedar mengejar target proyek dan hasilnya tidak begitu bermanfaat. Begitu juga proyek pengerukan sungai-sungai.

Kegiatan pembangunan yang tidak terpadu hanya akan membuang-buang anggaran tanpa memberi manfaat bagi masyarakat dan tidak tercapainya tujuan untuk menanggulangi banjir.

Di sini dapat kita lihat pemerintah daerah seolah-olah bekerja dan memikirkan diri sendiri, padahal masalah yang menjadi latar belakang banjir adalah masalah bersama. Semua instansi pemerintah dan aparat serta masyarakat seharusnya ikut dalam membuat kebijakan.

Dalam jangka waktu yang tidak lama, ada beberapa hal yang dapat menjadi solusi dalam menanggulangi masalah banjir, antara lain, pertama, pengerukan sungai-sungai yang menjadi aliran utama arus air yang berasal dari gunung maupun laut.

Kedua, pemerintah daerah harus menyediakan tempat sampah yang memadai bagi masyarakat yang tinggal di jalan-jalan kecil dan gang-gang di sekitar sungai, dan petugas kebersihan harus berdisiplin mengambil sampah-sampah tersebut.

Ketiga, memberikan kebijakan terbaik terhadap bangunan-bangunan yang berada di atas sungai. Tentunya harus diikuti dengan kampanye upaya penyadaran masyarakat terhadap lingkungan.

Upaya selanjutnya adalah melakukan reboisasi, dan pembangunan sarana dan prasarana, baik untuk penanggulangan banjir maupun antisipasi kekeringan dan kekurangan air bersih.

Achsin El-Qudsy, Alumni Madrasah Diniyyah Mu’awanatul Muslimin Kenepan Kudus dan HI UMY

Views: 541

Kerusakan Lingkungan di Purwoyoso, Ngaliyan SEMARANG

Berita Terkini
25-09-07
Seret PT IPU ke Jalur Hukum
oleh Eva Budhi Kurnia, Radar Semarang


Terkait Kerusakan Lingkungan di Purwoyoso, Ngaliyan SEMARANG - Kerusakan lingkungan di Kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngaliyan, yang diduga akibat aktivitas pembangunan oleh PT Indo Perkasa Usahatama (IPU) mulai diseriusi pemkot. Bapedalda (Badan Pengandalian Dampak Lingkungan Daerah) kini mengumpulkan amunisi untuk menyeret perusahaan tersebut ke jalur hukum.

Salah satu amunisinya, meminta tambahan dana pada APBD perubahan 2007. Tambahan dana akan dipergunakan untuk memberkas kasus PT IPU. Sebelumnya, Bapedalda beralasan dengan minimnya dana yang dimiliki, pihaknya tak bisa memberkas kasus PT IPU. Alasannya, untuk sampai ke tahap pemberkasan butuh dana tak sedikit.

Terkait hal itu, Komisi C DPRD Kota Semarang telah menyetujui penambahan dana dalam rapat pembahasan nota APBD perubahan 2007 Senin (24/9) kemarin. Jumlahnya, Rp 250 juta.

Anggota komisi C Agung Budi Margono mengatakan, dana pengawasan lingkungan yang diusulkan Bapedalda sebesar Rp 9,7 juta di APBD perubahan sangat tidak mencukupi. Alokasi dana yang minim tersebut mengesankan pengawasan lingkungan yang dilakukan Bapedalda tidaklah serius. Sebab, lanjut Agung, pengawasan lingkungan butuh dana besar. Utamanya, bila sampai pada tahap pemberkasan kasus.

Menurut Agung, kerusakan lingkungan yang diduga dilakukan PT IPU diharapkan tak hanya selesai dengan pengawasan. Sebaliknya, bisa berlanjut ke proses pemberkasan kasus ke pengadilan. Mengingat kasus kerusakan lingkungan di Purwoyoso, mengutip keterangan Bapedalda, saat ini sudah dilaporkan ke Polda Jateng.

"Bapedalda mengatakan bahwa dana pengawasan di dinas minim. Sehingga untuk lanjut ke pemberkasan, dananya kurang. Nah, dari situ, komisi sepakat dananya ditambah agar kasus IPU yang sudah ada di tangan Polda Jateng bisa lanjut ke pemberkasan," terang Agung Budi Margono.

Meski begitu, lanjut Agung, tak semua dana yang dialokasikan di APBD perubahan 2007 untuk kasus PT IPU. Melainkan kasus kerusakan lingkungan lainnya. Di antaranya, aktivitas galian C liar di Mangunharjo Kecamatan Tembalang.

Sementara itu, Kepala Bapedalda Kota Semarang Sudjoko menyampaikan, dana pengawasan yang sudah dialokasikan di APBD murni 2007 sebesar Rp 50 juta. Dana tersebut dirasa sangat kurang untuk menangani 60 kasus kerusakan lingkungan. Akhirnya, pada APBD perubahan 2007, pihaknya mengusulkan tambahan dana Rp 9,7 juta. Dana itu akan dipakai untuk pengawasan teknis PT IPU agar tidak keluar dari amdal.

"Usul kami sebenarnya cuma Rp 9,7 juta. Tapi oleh dewan diberi tambahan, karena untuk pengawasan kasus lingkungan agar sampai ke pengadilan butuh dana besar," katanya.

Mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang itu menjelaskan, terkait kasus PT IPU dengan warga Perumahan Sulanji, Kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngaliyan berawal dari pengingkaran kesepakatan.

Sebelum dijadikan kawasan industri untuk gudang, PT IPU sepakat memenuhi keinginan warga. Yakni, membuat sabuk hijau sepanjang 60 meter, pembuatan sumur artesis, pembuatan dan perbaikan jalan lingkungan, serta sistem penggalian berbentuk terasering. Seiring perjalanan waktu, beber Sudjoko, IPU ingkar janji. Ada hal-hal yang harus dipenuhi dari sisi amdal, ternyata justru dilanggar. Salah satunya, sabuk hijau hanya dibuat sepanjang 50 meter.

"Ada perubahan yang dilakukan IPU dengan hasil kesepakatan warga. Dari sana, kasus lingkungan itu muncul. Kami di Bapedalda sekarang menjalankan fungsi pengawasan agar PT IPU tidak melenceng dari amdal," paparnya.

Terkait pemberkasan kasus PT IPU, Sudjoko menyampaikan, saat ini masih diselidiki Polda Jateng. Pihaknya melakukan pengawasan dan pengendalian di lapangan. Bila nanti penyelidikan polisi selesai, Bapedalda siap melakukan pemberkasan menuju meja hijau.

Terpisah, Koordinator Keamanan Kawasan PT IPU Anton S mengatakan, terkait kasus dengan warga Purwoyoso, utamanya RW 6, pihaknya menyerahkan pada kebijakan Pemkot Semarang. Sejak kasus tersebut mencuat, PT IPU sudah tak lagi melanjutkan aktivitas pembangunan gudang di daerah yang berbatasan dengan warga.

Disinggung soal pelanggaran amdal yang dilakukan, lanjut Anton, pihaknya menyerahkan masalah itu ke instansi pemkot yang berkepentingan dan berwenang menilainya.

"Sampai sekarang belum selesai masalahnya, Kita serahkan pada pemkot sebagai penengahnya. Begitu juga untuk persoalan amdal, kita menyerahkan ke instansi yang ditunjuk pemkot," kata Anton.

Anton menambahkan, saat ini pihaknya menunggu undangan dari pemkot untuk penyelesaian kasus tersebut. Belum diketahui kapan dialog brsama antara pemkot, PT IPU dan warga dilakukan. Diperkirakan rembuk kasus digelar itu usai Lebaran mendatang

wahhh semarang tenggelam nih!!!!!!!!

wahhh semarang tenggelam nih!!!!!!!!

semua orang semarang pasti tahu dong kalau semarang itu sering banjir, rob!!!
aduh gak banget deh di zaman sekarang banjir masih saja menjadi masalah utama sebuah kota. pasti semua orang bertanya deh lha kok bisa banjir??

kita lihat deh pada tanggal 1 febuary 2009 pada hari minggu hujan terus turun di semarang. hampir sepanjang hari. hari senin pun hujan turun dengan deras di semarang, yang berdampak semarang lagi-lagi BANJIR. Aduh gimana dong kalau gini masa berangkat sekolah harus pakai sandal terus. apalagi kalau cucian tidak kering, berangkat sekolah pakai apa ya???

wah kalua punya rumah di daerahpergunungan sih aman-aman aja, lha yang rumahnya dekat johar, tanah mas, tlogosari??? gimana dong !! banjir udah masuk ke dalam rumah.padahal ni ya, kata teman-temanku yang rumahnya kebanjiran, mereka bilang sudah menulis tulisan"BANJIR DILARANG MASUK",eh tuh banjir masih aja nekat merobos rumah-rumah penduduk setempat. nah kalau giyu yang salah siapa coba?? orang yang buang sampah sembarangan, pemerintah yang tak juga kunjung bisa mengatasi maslah banjir atau banjir itu sendiri yang tetap aja setia mengunjungi rumah warga???
nah mari kita pikirkan bersama-sama.

Mampukah Atasi Degradasi Lingkungan?

Mampukah Atasi Degradasi Lingkungan?

Ketika dinobatkan sebagai bupati pertama Semarang, pada 12 Rabiulawal 954 Hijriyah (2 Mei 1547 M), Ki Ageng Pandan Arang II mungkin sudah membayangkan daerah ini bakal berkembang pesat menjadi kota raya. Letaknya di jalur pantura, bahkan tepat berada di tengah jalur Jakarta-Surabaya, membuat Semarang menjadi gerbang utama perekonomian Jawa Tengah. Tetapi Pandan Arang II mungkin tidak pernah membayangkan kalau 459 tahun kemudian Semarang menghadapi degradasi lingkungan yang tidak ringan, yang menyebabkan kerusakan berbagai infrastruktur strategis, khususnya jalan.

SAMPAI saat ini, julukan sebagai gerbang utama perekonomian Jawa Tengah masih melekat pada Kota Semarang. Sejumlah rekor pun terukir, misalnya daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) terbesar di Jateng (Rp 199,9 miliar), kota berdaya tarik investasi paling tinggi di Indonesia (2004), dan belum lama ini meraih Suara Merdeka Otonomi Award di bidang pengelolaan ekonomi, keuangan dan investasi daerah.

Dengan pertumbuhan ekonomi 5,72 persen dan laju inflasi 5,98 persen, minat investasi di kota ini masih cukup tinggi. Andai Semarang bisa membebaskan diri dari ancaman degradasi lingkungan, banjir, dan rob -setidaknya mengurangi dalam batas minimal- tentu kota ini tumbuh makin pesat lagi.

Tetapi banjir dan Kota Semarang memang seperti dua sisi mata uang. Sejak lama, banjir (dan rob) menjadi kawan akrab masyarakat di ibu kota Jateng ini. Sampai sekarang pun, bertepatan dengan Hari Jadi Ke-459, persoalan ini belum juga tuntas teratasi.

Bahkan belakangan ini genangan air tidak sekadar melanda wilayah-wilayah tradisional seperti Tambaklorok (Semarang Utara). Wilayah perkotaan yang selama ini aman juga tak luput dari genangan. Di sekitar Pasar Johar, misalnya, genangan air menjadi pemandangan sehari-hari. Begitu pula sejumlah kawasan lainnya yang semula aman-aman saja.

Ketidaktuntasan penanganan banjir dan rob akhirnya berdampak pada kerusakan infrastruktur. Dalam setahun terakhir, Jalan Raya Kaligawe yang menjadi urat nadi perekonomian di Jateng hampir tak pernah dalam kondisi optimal. Yang terlihat hanyalah genangan yang tidak surut dari waktu ke waktu.

Kalau pun surut, pengguna jalan harus menghadapi lubang-lubang besar di jalan yang amat membahayakan. Akibatnya, kemacetan menjadi pemandangan biasa. Perjalanan yang semula bisa ditempuh 15-20 menit, kini harus dilalui selama berjam-jam. ''Memang, itu persoalan yang harus segera dipecahkan. Pemerintah Kota (Pemkot) sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat untuk penanganan banjir dan kerusakan jalan di Kaligawe,'' ungkap Wali Kota H Sukawi Sutarip SH SE, dalam wawancara dengan Suara Merdeka, beberapa hari lalu.

Melihat topografinya, wajar jika terjadi genangan di Semarang. Pasalnya, 62,22 persen wilayah kota yang seluas 371,52 km2 itu berada di daerah pantai, dengan ketinggian 0-0,75 meter dari permukaan laut (dpl) dan dataran rendah dengan ketinggian 0,75-3,50 meter dpl. Hanya 37,78 persen yang berada di daerah perbukitan, dengan ketinggian 90-348 meter dpl.

Penurunan tanah -khususnya di daerah pantai- kerap dituding sebagai penyebab makin parahnya genangan banjir dan rob. Menurut pakar lingkungan dari Undip, Dr Suripin, setiap tahun tanah di kota bawah mengalami penurunan dengan besaran bervariasi, antara nol sampai 14 cm.

Salah satu penyebabnya adalah pengambilan air melalui pembuatan sumur artetis. ''Kalau tidak segera dilakukan upaya antisipasi yang terencana, pelan tetapi pasti Kota Semarang akan tenggelam,'' kata Suripin.

Aha, ini bukan sekadar gertak sambal. Seniornya di Undip, Prof Sudharto P Hadi MES PhD, pun sependapat. Menurut dia, tanah di sejumlah kawasan kota bawah mulai ambles sejak beberapa tahun lalu. ''Pembangunan yang berlebihan menjadi salah satu faktor penyebab penanganan rob tak pernah selesai. Lihat saja di Kecamatan Semarang Utara, saat ini bermunculan bangunan baru,'' kata Sudharto.

Kerusakan Lingkungan

Pada saat yang sama, kerusakan lingkungan di kota atas memberi kontribusi tak kalah besar dalam menyebabkan banjir. Sistem drainase yang buruk menyebabkan air tak bisa mengalir lancar. Menurut Ketua Lingkungan Manusia Bangunan (LMB) Unika Soegijapranata, Ir Djoko Suwarno MSi, hal itu akibat penyalahgunaan daerah resapan.

Banyak daerah resapan yang rusak, karena digunakan untuk perumahan. Padahal fungsi daerah resapan sangat penting, yaitu menampung air hujan.

Pemkot Semarang memang tidak tinggal diam melihat keadaan seperti itu. Sudah ada konsep penanganan banjir dan rob, misalnya melalui sistem pompanisasi dan polder. Sejumlah pompa ditempatkan pada sejumlah titik rawan banjir. Antara lain di Lamperkidul untuk mengatasi banjir wilayah Semarang Selatan, Kanalsari (Kartini atau Barito) untuk banjir Simpanglima dan sekitarnya, serta beberapa titik di Semarang Utara.

''Kalau sampai saat ini belum efektif, itu karena pekerjaan memang belum tuntas,'' ujar Wali Kota Sukawi Sutarip. ''Polder di depan Stasiun Tawang masih perlu dituntaskan dengan membikin sejumlah bangunan pendukung. Selain itu, harus dibangun pula saluran yang mengarah ke polder. Masih diperlukan anggaran sedikitnya Rp 80 miliar lagi agar polder Tawang bisa berfungsi optimal''.

Hal lain yang tak kalah penting adalah antisipasi pemerintah daerah terhadap kemungkinan bencana banjir dan tanah longsor. Menurut Kepala Badan Kesbanglinmas Sujitno, instansinya mencatat ada 35 kelurahan yang termasuk rawan banjir dan 27 kelurahan rawan longsor.

Seluruh stakeholder di Kota Semarang -mulai dari pejabat sampai rakyat jelata- harus bahu-membahu dalam mengatasi degradasi lingkungan. Hal ini mesti disadari semua pihak.

Sebagaimana penuturan Prof Sudharto, penanganan banjir dan rob membutuhkan gerakan sosial, bukan parsial, serta melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat.

Jika kesadaran ini menguat, niscaya pertanyaan seperti judul di atas akan dijawab dengan satu kata: mampu! (32)

RAKYAT BOLEH BICARA

Donny Danardono (30), dosen:

SELAMAini, keberadaan ruang publik di Semarang kurang mendapat perhatian. Pemerintah hanya menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendatangkan keuntungan. Proyek pelayanan publik nyaris tidak disentuh, termasuk penataan terhadap fasilitas ruang publik. Sebab keberadaan ruang publik yang nyaman memang tidak mendatangkan keuntungan, malah membutuhkan biaya perawatan. Tetapi fasilitas ini sangat diperlukan masyarakat.

Dokter Iwan Setiawan (26), konsultan seks remaja:

BANYAK ruang publik di Semarang yang kurang dioptimalkan. Tempat-tempat ini justru dimanfaatkan sebagai sarana komersial, sehingga tidak lagi memberi rasa nyaman. Padahal fasilitas itu sangat diperlukan masyarakat untuk menghilangkan stres. Karena tidak menemukan kenyamanan pada ruang publik, warga mencari tempat hiburan lain. Kafe dan diskotek pun menjadi alternatif. Padahal tempat-tempat ini memiliki konsekuensi cukup besar.

Evarisan (26), aktivis perempuan:

LINGKUNGAN Semarang kotor banget. Layanan penyediaan air bersih masih memprihatinkan. Kebijakan Pemkot jauh dari welfare state. Pemerintah belum bisa menyediakan sarana air bersih untuk warganya. Lihatlah, banyak perempuan dan anak-anak yang memanfaatkan air sungai untuk menunjang aktivitas sehari-hari menjadi korban. Tapi mereka tak punya pilihan.

Adi Nugroho (30), tokoh masyarakat Plamongansari

KOTA Semarang sering mendapat penghargaan baik skala regional maupun nasional. Tapi, kondisi kota yang nyaman, lalu lintas tertib, dan bersih masih dalam harapan. Banjir, jalan berlubang, dan rob menjadi kehidupan warga sehari-hari. Kami butuh aksi nyata dari Wali Kota. Jangan cuma janji dan konsep tanpa ada realisasi. Janji harus ditepati, meski diucapkan saat kampanye. (32)



Copyright© 1996-2004 SUARA MERDEKA

Privatisasi Masalah Lingkungan Hidup

lingkungan

“Privatisasi masalah lingkungan hidup”, artinya masalah lingkungan hidup terjadi karena terkait dengan gaya hidup individual। Oleh karenanya, penanganan masalah lingkungan hidup harus dilakukan pada tingkat individu. Manusia mempunyai budaya yang berbeda-beda, terdapat perbedaan pula dalam memandang lingkungannya, perbedaan pandangan juga dipengaruhi oleh agamanya, tingkat ekonominya, asal daerahnya serta pendidikannya. Perbedaan pada hal-hal tersebut membuat tanggung jawab individual terhadap lingkungannya berbeda. Tanggung jawab individual ini seharusnya membawa kita mengubah perilaku dan gaya hidup sehari-hari walaupun hal ini sulit dilakukan karena manusia sudah terbiasa dan menikmati dengan berbagai kemudahan yang sebenaranya mengorbankan alam, sebagai contoh kita sudah terbiasa menggunakan kendaraan yang menghasilkan emisi gas buang padahal kita tahu bahwa emisi gas buang tersebut pada konsentrasi tertentu akan membahayakan bagi kehidupan manusia. Jika kita sadar akan lingkungan, maka kita akan melakukan penanaman pohon yang dapat menyerap gas buang dari kendaraan yang kita gunakan. Setiap orang menginginkan kehidupan yang nyaman bagi dirinya sendiri, maka etika lingkungan individual inilah yang seharusnya dikedepankan. Sifat egoisme dapat bersifat positif yang mendorong orang untuk berbuat peduli lingkungan karena perbuatan itu menguntungkan dirinya. Etika lingkungan global merupakan kepedulian bersama-sama dan berkembang untuk mengatasi degradasi lingkungan yang semakin serius.Perubahan hidup yang seharusnya dilakukan oleh manusia adalah dimulai dengan menumbuhkan kesadaran individual untuk hidup beretika, meningkatkan rasa memiliki dan cara bertindak yang bijak dalam hidup ada baiknya manusia melakukan seperti yang dikemukakan oleh Aa Gym, yaitu : mulailah dari diri sendiri, mulailah dari hal yang sederhana, dan dimulailah dari sekarang dalam mengatasi masalah lingkungan. Konsep lain yang perlu dilakukan juga adalah Atur Diri Sendiri yang dikemukakan oleh Otto Soemarwoto. Perubahan hidup seperti: rasa tanggung jawab, solidaritas kosmik, kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, tidak merusak, hidup sederhana dan selaras dengan alam, keadilan, demokrasi, integritas moral. (Nurudin Diding Somantri)

fatwa haram merokok

hai...
tanya tanya lagi nie....

kali ini tentng fatwa haram rokok...

sudah tau blom kalau MUI keluarin fatwa haram meroko.....
tapi haram dalam batas dan lingkup na...
haram bagi...:
- ibu hamil
-anak2 di bawah umur
-di tempat umum ,ect


yang ingin gw tanya kan adalah.....

* apa kah anda perokok....??

*bagaimana tanggapan anda tentang fatwa ini.....??


apa jadi na bangsa ini kalo rokok juga di jadi kan fatwa.....

rokok...atau apa pun sejenis nya ....yang katanya bisa ngerusak badan.....gw rasa yg bisa menghentikan nya hanya diri kita pribadi...
kembali pada individu masing2 dari si pencandu......
engak perlu sampai orng luar/selain diri.......... kita yang ikut campur untuk menghentikan kebiasaan kita merokok............

presidan Amrik sekali pun gw rasa engak akan berhasil mengentikan kecanduan kita.....selain diri kita sendiri...
well....itu pendapat gw yang sedikit egois... tapi wahai para perokok tahukah kalian dampak asap rokok yang kalian hisap bagi orang-orang di sekeliling kalian yang tidak merokok????????????????
"MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, TUMOR, SERANGAN JANTUNG, GANGGUAN JANIN PADA IBU HAMIL, DAN HIPOTENSI...."
JADI........WASPADALAH....WASPADALAH.....PARA PEROKOK AKTIF.
para perokok aktif tahukah kalian bahwa semua akibat dari merokok tidak hanya berdampak pada diri kalian sendiri, tetapi orang lain juga akan mengalami hal yang serupa seperti perokok aktif.


pendapat saya sich.....gw sedikit jengkel(banyak dech)klo setiap kali pulang sekolah naik bus udah capek2, laper, bau asap rokok pulaaaa, nah siapa tuh yang nggak jengkel.apalagi klo di tempat umum bapak2+pemuda zaman sekarang merokok dengan enteng n pede ngrokok di tempat umum.Asapnya itu lhooo.NYEBELIIIINNNNNNNNN.
tapi menurutku ibu hamil nggak mungkin merokok,mana ada sich wanita hamil yang bodoh yan ingin anaknya penyakitan,nggak mungkin khan, jadi gw sangaaat setuju tentang fatwa rokok MUI dalam konteks tertentu, seperti disebutkan diatas, asal jangan melanggar batas2 yang ditentuin za.

eh...tapi bagi pabrik rokok siap2 za cari alternatif laen...apapun yang terjadi yang untung yaa pemilik pabrik rokok, lihat saja orang2 kaya di indonesia, pemilik pabrik rokok menempati posisi di atas. Perokok? cuma dapat batuk dan penyakitan. Buruh juga tetap miskin. Fatwa haram merokok sudah ada dan banyak ulama yang memfatwakan. Jadi bukan sekarang. Di Jogja ada supermarket yang nggak jualan rokok (Pamela Swalayan) tetap saja omset dan perkembangan bisnisnya bagus. Jangan cari alasan pembenaran untuk tetap merokok. Haram atau makruh kan sebaiknya ditinggalkan.

* setujuh engak ama pendapat gw.....