Jumat, 13 Februari 2009

kesadaran diri


Sudah saatnya kita lebih banyak berbicara tentang lingkungan hidup dan tidak terus-menerus
menjadi sekumpulan orang yang bodoh dan ketinggalan jaman. Di saat para elit politik kita tetap saja sibuk, atau pura-pura sibuk, membicarakan masalah-masalah yang tidak penting negara ini diam-diam telah menjadi negara setelah Amerika dan Cina yang memberikan efek rumah kaca terbesar di dunia. Hebat bukan?

Negara Indonesia yang konon direbut oleh para pahlawan dari penjajah Barat dengan darah dan keringat ternyata sekarang adalah sebuah negara yang goblok dan rakus! Sudah, mari akui saja kita ini memang tidak tahu malu. Tidak tahu malu dengan Tuhan, negara lain, dan yang paling parah kita bahkan sudah tidak punya malu dengan diri sendiri. Kalau kata teman saya Dakka, “Dasar urat malu lo udah putus!”

Murid-murid SD di Indonesia terutama yang hidup di pulau Jawa setiap hari selalu dijejali dengan segala informasi tentang bagaimana luar biasanya kekayaan alam Indonesia, tentang bagaimana ramahnya masyarakat Indonesia, atau bagaimana Indonesia adalah negara dengan sejarah yang begitu besar yang disegani oleh negara-negara lain di dunia. Sejak kecil kita memang selalu didoktrin bahwa kita adalah orang-orang terpilih yang dikarunai Tuhan dengan sebuah negara dengan keindahan alam yang begitu memesona. Masih ingat salah satu lagu wajib kita di sekolah dasar?

Dari sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau

Sambung menyambung menjadi satu itu lah Indonesia

Indonesia tanah airku Aku berjanji padamu

Menjunjung tanah airku, tanah airku Indonesia

Menurut majalah Time edisi 23 Juli 2007, Indonesia mengeluarkan 3,3 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya yang hampir seluruhnya dihasilkan dari pengrusakan hutan. Indonesia bahkan menjadi negara kedua perusak hutan terbesar di dunia setelah Brazil. Menurut data yang dikeluarkan oleh PBB disebutkan bahwa di Indonesia 2,5 Juta hektar hutan hilang setiap tahunnya. Pohon-pohon berusia ratusan tahun dipotong dan ditumbangkan setiap harinya oleh orang-orang yang rakus dan tidak tahu malu.

Masyarakat Indonesia tidak hanya bodoh dan tidak berpendidikan tapi tampaknya kita juga sudah budek serta buta. Apakah kita tidak sadar bagaimana alam sudah marah dan muak dengan perilaku kita selama ini? Bencana alam terjadi dimana-mana mulai dari tsunami yang membunuh puluhan juta manusia, banjir besar di Jakarta yang terjadi setiap lima tahun dan menjadikan kota Jakarta sebagai salah satu ibukota negara yang paling tidak layak untuk ditinggali di dunia, atau lumpur di Sidoarjo yang belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Mau sampai kapan kita menjadi sekumpulan orang yang bodoh dan tidak tahu malu?

Negara-negara lain berlomba-lomba mencapai greatness. Negara-negara lain begitu bersemangat mensejahterakan masyarakatnya melalui pertumbuhan ekonomi, pendidikan yang baik, dan teknologi tinggi. Tapi apa yang Indonesia lakukan untuk masyarakatnya? Indonesia memberikan kebodohan kepada masyarakatnya. “Tuhan memberikan kekayaan alam yang begitu berlimpah, mari kita manfaatkan sebaik mungkin.” Sebaik mungkin? Tampaknya justru terlalu baik. Saking baiknya, alam dieksploitasi sedemikian rupa tanpa melihat dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan. Alam diperas dan dipaksa untuk memberikan kemakmuran yang sayangnya hanya ditujukan untuk segelintir orang. Kalau Amerika dan Cina adalah dua negara penghasil karbon dioksida (efek rumah kaca) terbesar di dunia minimal mereka melakukannya untuk “kebahagian” orang banyak. Amerika adalah negara adidaya dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dimana masyarakat Amerika hidup dengan tingkat kesejahteraan di atas rata-rata seluruh masyarakat dunia lainnya. Sementara Cina seperti yang kita tahu merupakan kekuatan ekonomi baru dari Timur yang keberadaannya semakin lama semakin menakutkan negara-negara Barat. Kemana pun kita pergi kita selalu akan menemukan barang-barang “Made in China” yang membuktikan bagaimana hebatnya perekonomian Cina saat ini. Lalu bagaimana dengan Indonesia yang secara mengejutkan, atau tidak mengejutkan, menjadi negara ketiga penghasil karbon dioksida terbesar di dunia? Apakah kita layak memperoleh predikat ini? Apakah masyarakat kita yang 50% lebih ternyata masih hidup di bawah garis kemiskinan layak mendapatkan ini? Dimana letak keadilan di dalam negara ini?

Kita memang tidak tahu malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar